A. Konsep Lembaga Keuangan Syariah
Lembaga keuangan adalah Badan usaha yang kekayaannya terutama
berbentuk aset keuangan atau tagihan (claims); yang fungsinya sebagai lembaga
intermediasi keuangan antara unit defisit dengan unit surplus dan menawarkan
secara luas berbagai jasa keuangan (mis: simpanan, kredit, proteksi asuransi,
penyediaan mekanisme pembayaran & transfer dana) dan merupakan bagian dari
sistem keuangan dalam ekonomi modern dalam melayani masyarakat.
Sedangkan lembaga keuangan syariah adalah lembaga keuangan
yang menjalankan kegiatannya dengan berlandaskan prinsip syariah Islam. Lembaga
Keuangan Syariah terdiri dari Bank dan non Bank (Asuransi, Pegadaian, Reksa
Dana, Pasar Modal, BPRS, dan BMT).
B. Karakter dan Prinsip Lembaga Keuangan Syariah
Dalam operasionalnya, Lembaga Keuangan Syariah berada
dalam koridor-koridor
prinsip-prinsip:
1)
Keadilan, yakni berbagi
keuntungan atas dasar penjualan riil sesuai kontribusi dan resiko masing-masing
pihak
2)
Kemitraan, yang berarti
posisi nasabah investor (penyimpan dana), dan pengguna dana, serta lembaga
keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang saling bersinergi untuk
memperoleh keuntungan
3)
Transparansi, lembaga
keuangan Syariah akan memberikan laporan keuangan secara terbuka dan
berkesinambungan agar nasabah investor dapat mengetahui kondisi dananya
4)
Universal, yang artinya
tidak membedakan suku, agama, ras, dan golongan dalam masyarakat sesuai dengan
prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin.
Ciri-ciri sebuah Lembaga
Keuangan Syariah dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut:
1.
Dalam menerima titipan
dan investasi, Lembaga Keuangan Syariah harus sesuai dengan fatwa Dewan
Pengawas Syariah
2.
Hubungan antara investor
(penyimpan dana), pengguna dana, dan Lembaga Keuangan Syariah sebagai
intermediary institution, berdasarkan kemitraan, bukan hubungan
debitur-kreditur
3.
Bisnis Lembaga Keuangan
Syariah bukan hanya berdasarkan profit orianted, tetapi juga falah orianted,
yakni kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat
4.
Konsep yang digunakan
dalam transaksi Lembaga Syariah berdasarkan prinsip kemitraan bagi hasil, jual
beli atau sewa menyewa guna transaksi komersial, dan pinjam-meminjam (qardh/
kredit) guna transaksi sosial
5.
Lembaga Keuangan Syariah
hanya melakukan investasi yang halal dan tidak menimbulkan kemudharatan serta
tidak merugikan syiar Islam
Adapun prinsip-prinsip yang dirujuk adalah:
1.
Larangan menerapkan bunga pada semua bentuk dan jenis transaksi
2.
Menjalankan aktivitas bisnis dan perdagangan berdasarkan pada kewajaran dan
keuntungan yang halal.
3.
Mengeluarkan zakat dari hasil kegiatannya.
4.
Larangan menjalankan monopoli.
5.
Bekerja sama dalam membangun masyarakat, melalui aktivitas bisnis dan
perdagangan yang tidak dilarang oleh Islam.
C.
Peranan Lembaga Keuangan
Peranan lembaga keuangan dalam proses intermediasi keungan dapat dibagi
dalam empat hal yaitu :
1.
PENGALIHAN ASET (Assets Transmutation)
Lembaga Keuangan memiliki aset dalam bentuk pinjaman
kepada pihak lain dalam jangka waktu tertentu, dana kepada pihak lain dalam
jangka waktu tertentu, dana pembiayaan aset tersebut diperoleh dari tabungan
masyarakat
2.
LIKUIDITAS (Liquidity)
Likuiditas berkaitan dengan kemampuan untuk
memperoleh uang tunai pada saat dibutuhkan
3.
REALOKASI PENDAPATAN (Income Reallocation)
Lembaga Keuangan sebagai tempat realokasi pendapatan
untuk persiapan di masa yang akan datang
4.
TRANSAKSI (Transaction)
Lembaga Keuangan menyediakan jasa untuk mempermudah
transaksi moneter
D.
Tujuan Berdirinya
Lembaga Keuangan Syariah
1) Mengembangkan lembaga keuangan syariah (bank dan non
bank syariah) yang sehat berdasarkan efisiensi dan keadilan,serta mampu
meningkatkan partisipasi masyarakat banyak sehingga menggalakkan usaha-usaha
ekonomi rakyat,antara lain memperluas jaringan lembaga keuangan syariah ke
daerah-daerah terpencil.
2) Meningkatkan kualitas kehidupan social ekonomi
masyarakat bangsa Indonesia,sehingga dapat mengurangi kesenjangan social
ekonomi. Dengan demikian akan melestarikan pembangunan nasional yang antara
lain melalui:
Ø Meningkatkan kualitas dan kuantitas usaha
Ø Meningkatkan kesempatan kerja
Ø Meningkatkan penghasilan masyarakat banyak
3) Meningkatkan partisipasi masyarakat banyak dalam
proses pembangunan,terutama dalam bidang ekonomi keuangan yang selama ini
diketahui masih banyak masyarakat yang enggan berhubungan dengan bank ataupun
lembaga keuangan lainnya,karena menganggap bahwa bunga adalah riba.
4) Mendidik dan membimbing masyarakat untuk berpikir
secara ekonomi,berperilaku bisnis dan meningkatkan kualitas hidup mereka.
E. Jenis-jenis Lembaga Keuangan Syariah
1. Lembaga Keuangan Syariah Berbentuk Bank
a.
Bank Umum Syariah/ Perbankan Syariah
Perbankan Syariah adalah Badan
Usaha yang menjalankan fungsi menghimpun dana dari pihak yang surplus dana
kemudian menyalurkan kepada pihak yang defisit dana dan menyediakan jasa
keuangan lainnya berdasarkan prinsip syariah Islam.
Secara garis besar produk perbankan syariah dapat dibagi
menjadi tiga yaitu Produk penyaluran dana ( Murabahah,
As_salam, Istishna,Ijarah,
Musyarakah, dan Mudharabah) produk
penghimpunan dana (Prinsip Wadiah dan Prisip Mudharabah), dan produk jasa yang
diberikan bank kepada nasabahnya seperti Sharf (Jual Beli Valuta Asing).
b.
Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS)
Menurut undang-undang (UU) Perbankan No. 7
tahun 1992, BPR adalah lembaga keuangan yang menerima simpanan uang hanya dalam
bentuk deposito berjangka tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dalam bentuk itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Pada UU Perbankan No.
10 tahun 1998, disebutkan bahwa BPR adlah lemabaga keuangan bank yang
melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional atau berdasarkan prinsip
syariah.
Pengaturan pelaksanaan BPR yang menggunakan prinsip
syariah tertuang pada surat Direksi Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR/tentang
Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah tanggal 12 Mei 1999. Dalam
hal ini pada teknisnya BPR syariah beroperasi layaknya BPR konvensional namun
menggunakan prinsip syariah.
Usaha-usaha BPR Syariah
UU BPR Syariah kemudian dipertegas dalam kegiatan
operasional BPR Syariah dalam pasal 27 SIK DIR. BI 32/36/1999, sebagai berikut:
a)
Menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan yang meliputi:
Ø Tabungan
berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.
Ø Deposito
berjangka berdasarkan prinsip mudharabah.
Ø Bentuk
lain yang menggunakan prinsip wadiah atau mudharabah.
b)
Melakukan penyaluran
dana melalui:
Ø Transaksi
jual beli melalui prinsip murabahah, istishna, salam, ijarah, dan
jual beli lainnya.
Ø Pembiayaan
bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah, musyarakah, dan
bagi hasil lainnya.
Ø Pembiayaan
lain berdasarkan prinsip rahn dan qardh.
c)
Melakukan kegiatan lain
yang lazim dilakukan BPR Syariah sepanjang disetujui oleh Dewan Syariah
Nasional.
2. Lembaga Keuangan Syariah Non Bank
a. BMT atau Baitul
Mal Wa Tamwil
BMT terdiri dari dua istilah, yaitu baitul
mal dan baitut tamwil. Baitul maal lebih mengarah pada usaha-usaha
pengumpulan dan penyaluran dana yang non profit, seperti zakat, infak dan
shodaqoh. Sedangkan baitut
tamwilsebagai usaha pengumpulan dan dan penyaluran dana komersial.
Baitul Maal wat Tamwil (BMT)
atau Balai Usaha Mandiri Terpadu, adalah lembaga keuangan mikro yang
dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuh kembangkan derajat dan
martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan atas prakarsa
dan modal awal dari tokoh-tokoh masyarakat setempat dengan berlandaskan pada
system ekonomi yang salam.
BMT berfungsi sebagai:
Ø Penghimpun dan penyalur dana, dengan menyimpan uang di BMT, uang
tersebut dapat ditingkatkan utilitasnya, sehingga timbul unit surplus (pihak
yang memiliki dana berlebih) dan unit defisit (pihak yang kekurangan dana).
Ø Pencipta dan pemberi likuiditas, dapat menciptakan alat pembayaran
yang sah yang mampu memberikan kemampuan untuk memenuhi kewajiban suatu
lembaga/perorangan.
Ø Sumber pendapatan, BMT dapat menciptakan lapangan kerja dan
memberi pendapatan kepada para pegawainya.
Ø Pemberi informasi, memberi informasi kepada masyarakat mengenai
risiko keuntungan dan peluang yang ada pada lembaga tersebut.
Mekanisme
kerja BMT
Cara
kerja BMT adalah sebagai berikut :
1)
Pendamping atau beberapa pemrakarsa yang
mengetahui tentang BMT, menyampaikan dan menjelaskan idea tau gagasan ini
kepada rekan-rekannya sebagai upaya untuk menarik beberapa orang sebagai
pemrakarsa awal hingga mencapai lebih dari 20 orang.
2)
Dua puluh orang atau lebih tersebut
kemudian menyepakati pendirian BMT di desa, kecamatan, pasar, atau masjid dan
bersepakat mengumpulkan modal awal pendirian BMT.
3)
Modal awal kemudian ditentukan sesuai
dengan kesepakata bersama (tidak harus sama jumlahnya antara pemrakarsa, hingga
mencapai jumlah yang telah ditentukan untuk pendirian sebuah BMT).
4)
Pemrakarsa membuat rapat untuk memilih
pengurus BMT.
5)
Pengurus BMT kemudian merapatkan dan
merekrut pengelola/ manajemen BMT dari lingkungan tersebut yang memiliki sifat
sidiq, amanah, fathanah dan benar-benar menguasai visi, misi, tujuan dan
usaha-usaha BMT, serta memiliki keinginan keras dan dengan sepenuh hati untuk
mengembangkan BMT.
6)
Penggurus BMT menghubungi PINBUK setempat
untuk memberikan pelatihan kepada calon pengelola/manajemen BMT tersebut(umumnya
2 minggu pelatihan dan magang).
7)
Pengelola yang telah diberi pelatihan
kemudian membuka kantor dan menjalankan BMT, dengan giat menggalakan simpanan
masyarakat dan memberikan pembiayaan pada usaha mikro dan kecil di sekitarnya.
8)
Pembiayaan pada usaha mikro dilakukan
dengan menerapkan system bagi hasil yang disampaikan sesuai dengan akad yang
telah disepakati.
9)
Hasil dari bagi hasil ini kemudian
digunakan oleh para pengelola untuk membayar honor para pengelola dan membayar
kegiatan operasional BMT.
10) Hasil
dari bagi hasil juga digunakan untuk membayar bagi hasil kepada penyimpanan
data, diupayakan agar nilai bagi hasil yang diperoleh para penyimpan dana bias
lebih besar dari bunga bank konvensional.
b. Asuransi Syariah
Kata asuransi berasal dari bahasa inggris, “insurance”.
Dalam bahasa arab istilah asuransi biasa diungkapkan dengan kata at-tamin yang
secara bahasa berarti tuma’ ninatun nafsi wa zawalul khauf, tenangnya
jiwa dan hilangnya rasa takut.
Asuransi menurut UU RI No.2 th. 1992 tentang usaha perasuransian,
yang dimaksud dengan asuransi yaitu perjanjian antara dua belah pihak atau
lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri dengan pihak tertanggung,
dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung
karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung,
yang timbul dari suatu peristiwa yang tak pasti atau untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seeseorang yang
dipertanggungkan.
Sedangkan pengertian asuransi syariah menurut fatwa
DSN-MUI adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah
orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan atau tabarru memberikan
pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai
dengan syariah.
Pendapat Ulama Tentang Asuransi
Pada awalnya para ulama berbeda pendapat dalam
menentukan keabsahan praktek hukum asuransi, disanalah menjadi kontroversial, dari
masalah ini dapat dipilah menjadi dua kelompok yaitu; adanya ulama yang
mengharamkan asuransi, dan ada juga yang memperbolehkan asuransi.
Asuransi syariah haram
karena:
Ø
Gharar : Terlihat dari unsur
ketidakpastian tentang sumber dana yang digunakan untuk menutupi klaim dan hak
pemegang polis.
Ø
Maysir adalah Yaitu unsur judi
yang gambarkan dengan kemungkinan adanya pihak yang dirugikan di atas
keuntungan pihak yang lain,
Ø
Riba adalah Asuransi
Ø
Asuaransi
obyek bisnisnya digantungkan pada hidup matinya seseorang, yang berarti
mendahului takdir Allah SWT
Argumentasi ulama dalam
memperbolehkan asuransi, adalah :
Ø Tidak terdapat nash Al-Qur’an atau Hadist yang
melarang asuransi
Ø Dalam asuransi terdapat kesepakatan dan kerelaan
antara kedua belah pihak
Ø Asuransi menguntungkan kedua belah pihak
Ø Asuransi mengandung unsur kepentingan umum, sebab
premi-premi yang dapat diinvestasikan dalam kegiatan pembangunan
Ø Asuransi termasuk akad mudharobah antara pemegang
polis dengan perusahaan asuransi
Ø Asuransi termasuk syirikah at-ta’awuniyah, usaha
bersama yang didasarkan pada prinsip tolong-menolong.
Prinsip-prinsip Asuransi Syariah antara lain :
a. Saling Membantu dan Bekerjasama “…Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran…” (QS. Al-Maidah:2) “Allah
senantiasa menolong hamba-Nya selama ia menolong sesamanya.” (HR. Abu Daud)
“Barang siapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya, Allah akan memenuhi
kebutuhannya.” (HR. Bukhari, Muslim dan Abu Daud)
b. Saling melindungi dari berbagai macam kesusahan
dan kesulitan Seperti membiarkan uang menganggur dan tidak berputar dalam
transaksi yang bermanfaat bagi masyarakat umum. ‘Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu…’
(QS. 4 :29)
c. Saling bertanggung jawab
d. Menghindari unsur gharar, maysir dan riba Islam
menekankan aspek keadilan, suka sama suka dan kebersamaan menghadapi resiko
dalam setiap usaha dan investasi yang dirintis. Aspek inilah yang menjadi
tawaran konsep untuk menggantikan gharar, maysir dan riba yang selama ini
terjadi di lembaga konvensional.
c. Pegadaian Syariah
Menurut Kitab
Undang-undang Hukum Perdata pasal 1150, gadai adalah suatu hak yang diperoleh
pihak yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak
tersebut diserahkan oleh pihak yang berutang kepada pihak yang berpiutang.
Pihak yang berutang memberikan kekuasaan kepada pihak yang mempunyai piutang
untuk memiliki barang yang bergerak tersebut apabila pihak yang berutang tidak
dapat melunasi kewajibannya pada saat berakhirnya waktu pinjaman.
Mekanisme Operasional Pegadaian Syariah
Sesuai dengan landasan konsep di atas, pada dasarnya Pegadaian Syariah
berjalan di atas dua akad transaksi Syariah yaitu.
1. Akad Rahn. Rahn yang
dimaksud adalah menahan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman
yang diterimanya, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil kembali
seluruh atau sebagian piutangnya. Dengan akad ini Pegadaian menahan barang
bergerak sebagai jaminan atas utang nasabah.
- Akad Ijarah. Yaitu akad pemindahan
hak guna atas barang dan atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa
diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendri. Melalui akad
ini dimungkinkan bagi Pegadaian untuk menarik sewa atas penyimpanan barang
bergerak milik nasabah yang telah melakukan akad.
Rukun dari akad
transaksi tersebut meliputi :
a. Orang yang berakad : 1) Yang berhutang (rahin) dan 2) Yang
berpiutang (murtahin).
b. Sighat ( ijab qabul)
c. Harta yang dirahnkan (marhun)
d. Pinjaman (marhun bih)
Dari landasan
Syariah tersebut maka mekanisme operasional Pegadaian Syariah dapat digambarkan
sebagai berikut : Melalui akad rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak dan
kemudian Pegadaian menyimpan dan merawatnya di tempat yang telah disediakan
oleh Pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya
biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan
dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan bagi Pegadaian
mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua
belah pihak.
Pegadaian
Syariah akan memperoleh keutungan hanya dari bea sewa tempat
yang dipungut bukan tambahan berupa bunga atau sewa modal yang diperhitungkan
dari uang pinjaman.. Sehingga di sini dapat dikatakan proses pinjam meminjam
uang hanya sebagai ‘lipstick’ yang akan menarik minat konsumen untuk menyimpan
barangnya di Pegadaian.
Adapun ketentuan atau persyaratan
yang menyertai akad tersebut meliputi :
- Akad. Akad
tidak mengandung syarat fasik/bathil seperti murtahin mensyaratkan barang
jaminan dapat dimanfaatkan tanpa batas.
- Marhun Bih ( Pinjaman). Pinjaman merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin dan
bisa dilunasi dengan barang yang dirahnkan tersebut. Serta, pinjaman itu
jelas dan tertentu.
- Marhun (barang yang dirahnkan). Marhun bisa dijual dan nilainya seimbang dengan pinjaman, memiliki
nilai, jelas ukurannya,milik sah penuh dari rahin, tidak terkait dengan
hak orang lain, dan bisa diserahkan baik materi maupun manfaatnya.
- Jumlah maksimum dana rahn dan nilai likuidasi
barang yang dirahnkan serta jangka waktu rahn ditetapkan dalam prosedur.
- Rahin dibebani jasa manajemen atas barang berupa:
biaya asuransi,biaya penyimpanan,biaya keamanan, dan biaya pengelolaan
serta administrasi.
Untuk dapat memperoleh layanan dari
Pegadaian Syariah, masyarakat hanya cukup menyerahkan harta geraknya ( emas,
berlian, kendaraan, dan lain-lain) untuk dititipkan disertai dengan copy tanda
pengenal. Kemudian staf Penaksir akan menentukan nilai taksiran barang bergerak
tersebut yang akan dijadikan sebagai patokan perhitungan pengenaan sewa
simpanan (jasa simpan) dan plafon uang pinjaman yang dapat diberikan. Taksiran
barang ditentukan berdasarkan nilai intrinsik dan harga pasar yang telah
ditetapkan oleh Perum Pegadaian. Maksimum uang pinjaman yang dapat diberikan
adalah sebesar 90% dari nilai taksiran barang.
Setelah melalui tahapan ini,
Pegadaian Syariah dan nasabah melakukan akad dengan kesepakatan :
- Jangka waktu penyimpanan barang dan pinjaman
ditetapkan selama maksimum empat bulan .
- Nasabah bersedia membayar jasa simpan sebesar Rp
90,- ( sembilan puluh rupiah ) dari kelipatan taksiran Rp 10.000,- per 10
hari yang dibayar bersamaan pada saat melunasi pinjaman.
- Membayar biaya administrasi yang besarnya
ditetapkan oleh Pegadaian pada saat pencairan uang pinjaman.
Nasabah dalam hal ini diberikan
kelonggaran untuk;
Ø
melakukan penebusan barang/pelunasan
pinjaman kapan pun sebelum jangka waktu empat bulan,
Ø
mengangsur uang pinjaman dengan
membayar terlebih dahulu jasa simpan yang sudah berjalan ditambah bea
administrasi,
Ø
atau hanya membayar jasa simpannya
saja terlebih dahulu jika pada saat jatuh tempo nasabah belum mampu melunasi
pinjaman uangnya.
Jika nasabah sudah tidak mampu
melunasi hutang atau hanya membayar jasa simpan, maka Pegadaian Syarian
melakukan eksekusi barang jaminan dengan cara dijual, selisih antara nilai
penjualan dengan pokok pinjaman, jasa simpan dan pajak merupakan uang kelebihan
yang menjadi hak nasabah. Nasabah diberi kesempatan selama satu tahun untuk
mengambil Uang kelebihan, dan jika dalam satu tahun ternyata nasabah tidak
mengambil uang tersebut, Pegadaian Syariah akan menyerahkan uang kelebihan
kepada Badan Amil Zakat sebagai ZIS.
d. Reksa Dana Syariah
Reksadana
adalah sebuah wadah dimana masyarakat dapat menginvestasikan dananya dan oleh
pengurusnya (manajer investasi) dana itu diinvestasikan ke portfolio efek.
Reksadana merupakan jalan keluar bagi para pemodal kecil yang ingin ikut serta
dalam pasar modal dengan modal minimal yang relatif kecil dan kemampuan
menanggung resiko yang sedikit. Pada reksadana syariah sudah tentu dana akan
disalurkan kepada saham syariah dan surat berharga syariah seperti sukuk.
Saham
syariah adalah kepemilikan atas usaha tertentu dimana usaha tersebut harus
sesuai dengan prinsip syariah Islam. Sedangkan kegiatan transaksi saham syariah
tidak berbeda jauh dengan saham konvensional. Oleh sebab itu, sudah menjadi
kewajiban pejuang ekonomi syariah untuk terus mengkaji saham syariah lebih
syar’i dalam transaksinya. Akad antara investor dengan lembaga hendaknya
dilakukan dengan sistem mudharabah/qiradh.
Sukuk
adalah surat berharga yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah sebagai
bukti atas bagian penyertaan terhadap aset surat berharga syariah, yang dijual
kepada individu atau perseorangan melalui agen penjual dengan volume minimum
yang telah ditentukan. Tujuan penerbitan sukuk adalah membiayai anggaran perusahaan,
divesifikasi sumber pembiayaan, memperluas basis investor, mengelola portofolio
pembiayaan. Dalam melakukan transaksi Reksadana Syariah tidak diperbolehkan
melakukan tindakan spekulasi, yang didalamnya mengandung gharar seperti najsy
(penawaran palsu).
Perbedaan
Reksa dana Syariah dan Konvensional
Ada
beberapa hal yang membedakan antara reksa dana konvensional dan reksa dana
syariah. Dan tentunya ada beberapa hal yang juga harus diperhatikan dalam
investasi syariah ini.
a.
Kelembagaan
Dalam syariah islam belum dikenal lembaga
badan hukum seperti sekarang. Tapi lembaga badan hukum ini sebenarnya
mencerminkan kepemilkikan saham dari perusahaan yang secara syariah diakui.
Namun demikian, dalam hal reksa dana syariah, keputusan tertinggi dalam hal
keabsahan produk adalah Dewan Pengawas syariah yang beranggotakan beberapa alim
ulama dan ahli ekonomi syariah yang direkomendasikan oleh Dewan Pengawas
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. Dengan begitu proses didalam akan
terus diikuti perkembangannya agar tidak keluar dari jalur syariah yang menjadi
prinsip investasinya.
b.
Hubungan Investor dan Perusahaan
Akad antara investor dengan lembaga
hendaknya dilakukan dengan sistem mudharabah. Secara teknis, al-mudharabah
adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan
seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan
secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam
kontrak, sedangkan apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian
tersebut bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian tersebut
karena kecurangan atau kelalaian pengelola maka pengelola harus
bertanggungjawab atas kerugian tersebut. Dalam hal ini transaksi jual beli,
saham-saham dalam reksa dana syariah dapat diperjual belikan. Saham-saham dalam
reksa dana syariah merupakan yang harta (mal) yang dibolehkan untuk diperjual
belikan dalam syariah. Tidak adanya unsur penipuan (gharar) dalam transaksi
saham karena nilai saham jelas. Harga saham terbentuk dengan adanya hukum
supply and demand. Semua saham yang dikeluarkan reksa dana tercatat dalam
administrasi yang rapih dan penyebutan harga harus dilakukan dengan jelas.
c.
Kegiatan Investasi Reksa Dana
Dalam melakukan kegiatan investasi reksa
dana syariah dapat melakukan apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan
syariah, diantara investasi tidak halal yang tidak boleh dilakukan adalah
investasi dalam bidang perjudian, pelacuran, pornografi, makanan dan minuman
yang diharamkan, lembaga keuangan ribawi dan lain-lain yang ditentukan oleh
Dewan Pengawas Syariah. Dalam kaitannya dengan saham-saham yang diperjual
belikan dibursa saham, BEJ sudah mengeluarkan daftar perusahaan yang tercantum
dalam bursa yang sesuai dengan syariah Islam atau saham-saham yang tercatat di
Jakarta Islamic Index (JII). Dimana saham-saham yang tercantum didalam indeks
ini sudah ditentukan oleh Dewan Syariah.
Dalam melakukan transaksi reksa dana
syariah tidak diperbolehkan melakukan tindakan spekulasi, yang didalamnya
mengandung gharar seperti penawaran palsu dan tindakan spekulasi lainnya.
e. Obligasi Syariah
Obligasi syariah di dunia
internasional dikenal dengan sukuk. Sukuk berasal dari bahasa Arab “sak”
(tunggal) dan “sukuk” (jamak) yang memiliki arti mirip dengan sertifikat atau note.
Dalam pemahaman praktisnya, sukuk merupakan bukti (claim) kepemilikan. Sebuah
sukuk mewakili kepentingan, baik penuh maupun proporsional dalam sebuah atau
sekumpulan aset.
Jika ditinjau dari aspek akad, obligasi dapat
dimodifikasi ke pelbagai jenis seperti obligasi saham, istisna, murabahah,
musyarakah, mudharabah ataupun ijarah, namun yang lebih populer dalam
perkembangan obligasi syariah di Indonesia hingga saat ini adalah obligasi
mudharabah dan ijarah.
Obligasi syariah di Indonesia mulai diterbitkan pada
paruh akhir tahun 2002, yakni dengan disahkannya Obligasi Indosat obligasi yang
diterbitkan ini berdasarkan prinsip mudharabah. Obligasi mudharabah mulai
diterbitkan setelah fatwa tentang obligasi syariah (Fatwa DSN-MUI
No.32/DSN-MUI/ /2002)dan obligasi syariah mudharabah (Fatwa DSN-MUI
No.33/DSN-MUI/ /2002). Sedangkan obligasi syariah ijarah pertama kali
diterbitkan pada tahun 2004 setelah dikeluarkannya fatwa tentang obligasi
syariah ijarah (Fatwa DSN-MUI No.41/DSN-MUI/ /2003).
Penerapan
mudharabah dalam obligasi cukup sederhana. Emiten bertindak selaku mudharib,
pengelola dana dan investor bertindak sebagai shahibul mal, alias pemilik
modal. Keuntungan yang diperoleh investor merupakan bagian proporsional
keuntungan dari pengelolaan dana oleh investor.
Perbedaan Obligasi Syariah dan Obligasi
Konvensional
1)
Dari sisi orientasi, obligasi konvensional
hanya memperhitungkan keuntungannya semata. Tidak demikian pada obligasi
syariah, disamping memperhatikan keuntungan, obligasi syariah harus memperhatikan
pula sisi halal-haram, artinya setiap investasi yang diharamkan dalam obligasi
pada produk-produk yang sesuai dengan prinsip syariah.
2)
Obligasi konvensional, keuntungannya di
dapat dari besaran bunga yang ditetapkan, sedangkan obligasi syariah keuntungan
akan diterima dari besarnya margin/fee yang ditetapkan ataupun dengan sistem
bagi hasil yang didasakan atas aset dan prooduksi.
3)
Obligasi syariah disetiap transaksinya
ditetapkan berdasarkan akad. Diantaranya adalah akad mudharabah, musyarakah, murabahah,
salam, istisna,dan ijarah. Dana yang dihimpun tidak dapat diinvestasikan
kepasar uang dan atau spekulasi di lantai bursa. Sedangkan untuk obligasi
konvensional tidak terdapat akad disetiap transaksinya.
f. Koperasi Syariah
Koperasi sebagai
sebuah istilah yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia dari kata ‘Cooperation’ (Inggris).
Secara semantic koperasi berarti kerja sama. Kata koperasi mempunyai padanan
makna dengan kata syirkah dalam bahasa Arab. Syirkah ini merupakan wadah
kemitraan, kerjasama, kekeluargaan, kebersamaan usaha yang sehat baik dan halal
yang sangat terpuji dalam islam.
Menurut Row Ewell
Paul koperasi merupakan wadah perkumpulan (asosiasi) sekelompok orang untuk
tujuan kerja sama dalam bidang bisnis yang saling menguntungkan diantara
anggota perkumpulan.
Bung Hatta dalam
buku Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun mengkategorikan delapan nilai sebagai spirit
koperasi yaitu:
1)
Kebenaran untuk menggerakan kepercayaan (trust)
2)
Keadilan dalam usaha bersama
3)
Kebaikan dan kejujuran mencapai perbaikan
4)
Tanggung jawab dalam individualitas dan solidaritas
5)
Paham yang sehat, cerdas dan tegas
6)
Kemauan menolong diri sendiri
7)
Menggerakan keswasembadaan dan otoaktif
8)
Kesetiaan dalam kekeluargaan.
Dalam
implementasinya tujuh nilai yang menjiwai koperasi versi Hatta, dituangkan
dalam tujuh prinsip operasional koperasi secara internal dan eksternal,yaitu:
1)
Keanggotaan sukarela dan terbuka
2)
Pengendalian oleh anggota secara demokratis
3)
Partisipasi ekonomis anggota
4)
Otonomi dan kebebasan
5)
Pendidikan, pelatihan dan informasi
6)
Kerjasama antarkoperasi
7)
Kepedulian terhadap komunitas.
g. Pasar Modal Syariah
Istilah sekuritas (securities)
seringkali disebut juga dengan efek, yakni sebuah nama kolektif untuk
macam-macam surat berharga, misalnya saham, obilgasi, surat hipotik, dan jenis
surat lain yang membuktikan hak milik atas sesuatu barang. Dengan istilah yang
hampir sama, sekuritas juga dapat dipahami sebagai promissory notes/commercial
bank notes yang menjadi bukti bahwa satu pihak mempunyai tagihanpada pihak lain. Adapun,yang dimaksud
dengan sekuritas syariah atau efek syariah adalah efek sebagaimana dimaksud
dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal yang akad, pengelolaan
perusahaan, maupun cara penerbitannya memenuhi prinsip-prinsip syariah.
Diantara bank-bank islam yang ada, terdapat dua
pendapat yang berbeda dalam menyikapi surat berharga. Pertama, mayoritas bank
islam menolak perdagangan surat berharga. Kedua, bank islam di Malaysia, dalam
beberapa kondisi termasuk juga bank islam di Indonesia, menerima transaksi
surat berharga.
Alasan penyangkalan mereka yang enolak surat berharga
adalah karena di dalamnya terkandung bai ad-dyn (jual beli utang). Sementara
itu islam secara tegas telah engharamkan jual beli utang. Reaksi yang berbeda
dikemukakan oleh pendapat kedua, yakni mereka yang mengabsahkan transaksi surat
berharga. Umumnya mereka menyandarkan pada prinsip bahwa surat berharga
tersebut haruslah di endors(dijamin) oleh pihak penerbit, kemudian surat
berharga tersebut haruslah timbul dari aktivatas yang tidak bertentangan dengan
syariah. Jadi, selama kedua hal ini tidak dilanggar, tarnsaksi surat berharga
menjadi sah karenanya.
Sehubungan dengan pembahasan sekuritas syariah ini,
ada tiga kategori sekuritas. Pertama,
segala jenis sekuritas yang menawarkan predetermined fixed income tidak
diperbolehkan dalam islam, karena termasuk kategori riba. Dengan demikian,
interest bearing security baik long term maupun short term. Akan masuk daftar
instrument investasi yang tidak sah. Saham preferen (preference stock),
debenture, treasury securities and consul, dan commercial papers masuk dalam
kategori ini.
Kategori kedua,
sekuritas- sekuritas yang berbeda dalam grey area (questionable) karena
dicurigai sarat dengan gharar, meliputi produk-produk derivates, seperti
forward, future dan juga options.
Kategori ketiga,
yakni sekuritas yang diperbolehkan, baik secara penuh maupun dengan
catatan-catatan meliputi, saham, dan islmic bonds, profit loss sharing based,
government securities, penggunaan institusi pasar sekunder dan mekanismenya
semisal margin trading. Karena sering seklai catatan-catatannya begitu dominan.
h. Modal Ventura Syariah
Modal Ventura Syariah adalah suatu pembiayaan dalam penyertaan modal
dalam suatu perusahaan pasangan usaha yang ingin mengembangkan usahanya untuk
jangka waktu tertentu (bersifat sementara). Modal ventura merupakan bentuk
penyertaan modal dari perusahaan pembiayan kepada perusahaan yang membutuhkan
dana untuk jangka waktu tertentu. Perusahaan yang diberi modal sering disebut
sebagai investee, sedangkan perusahaan pembiayaan yang memberi dana
disebut sebagai venture capitalist atau pihak investor.
Penghasilan
modal ventura sama seperti penghasilan saham biasa, yaitu dari dividen (kalau
dibagikan) dan dari apresiasi nilai saham dipegang (capital gain). Dari
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Modal Ventura Syariah yakni
penanaman modal dilakukan oleh lembaga keuangan Syariah untuk jangka waktu
tertentu, dan setelah itu lembaga keuangan tersebut melakukan divestasi atau
menjual bagian sahamnya kepada pemegang saham perusahaan.
Lahirnya perusahaan Modal Ventura telah memberi
bantuan nyata kepada usaha kecil menengah dan koperasi. Namun dalam
upaya membina usaha khususnya pada para pengusahamasih banyak berbagai
permasalahan yang ditemui diantaranya:
1)
Arah bisnis yang belum jelas,
terutama untuk jangka panjang karena kebanyakan dari Perusahaan Pasangan Usaha
masih berpatokan pada pengalaman masa lalu.
2)
Modal kerja yang minim, sehingga
perkembangan usahan menjadi lamban, disamping kurangnya pengetahuan tentang
seluk beluk perkreditan maupun pembiayaan.
3)
Manajemen yang belum profesional,
adanya monitoring yang dilakukan oleh Perusahaan Modal Ventura selalu
dicurigai.
4)
Kurangnya tenaga kerja yang
terampil, berakibat pada produk yang dihasilkan tidak kompetitif.
5)
Prospek pasar yang belum jelas
(berorientasi produk).
6)
Pemasaran kurang gencar dan
cenderung cepat puas dengan pasar yang dimiliki.
7)
Biaya produk tinggi, akibat
kuantitas produk reatif kecil akibat daya serap pasar yang terbatas.
8)
Mutu produk yang masih rendah.
9)
Tidak teguh dan kurang ulet dalam
menjalankan usaha.
10) Pemanfaatan
waktu yang kurang efisien dan kurang efektif.
Solusi Perusahaan Modal Ventura
dalam menghadapi permasalahan yang ada antara lain:
1) Mengidentifikasi
kebutuhan.
2) Membantu
permodalan.
3) Memberi tenaga
pendamping yang profesional dari Perusahaan Modal Ventura.
4) Memberikan
pelatihan sesuai dengan kebutuhan usaha.
5) Membentuk
kemitraan sesama pengusaha.
6) Membentuk
jejaring (Net Working) diantara para pengusaha.
7) Memberikan
teknologi yang tepat guna.
Adapun konsep
perusahaan Modal Ventura Syariah adalah sebagai berikut:
a. Mekanisme pembiayaan dalam Modal Ventura dilakukan
dalam bentuk penyertaan modal.
b. Metode
pengambilan keuntungan dalam Modal Ventura dilakukan melalui bagi hasil atas
keuntungan yang diperoleh kegiatan usaha yang dibiayai.
c. Produk pembiayaan Modal Ventura dikeluarkan oleh
lembaga keuangan bukan bank, yaitu perusahaan pembiayaan Modal Ventura.
d. Jaminan dalam
pembiayaan Modal Ventura tidak diperlukan, karena sifat pembiayaannya lebih
condong ke sebuah bentuk investasi.
e. Sumber dana untuk pembiayaan Modal Ventura bisa
berasal dari perusahaan Modal Ventura sendiri dan juga berasal dari pihak lain.
f. Upaya penyelesaian apabila terjadi wanprestasi dalam
pembiayaan Modal Ventura, baik yang dilakukan oleh perusahaan Modal Ventura
maupun perusahaan pasangan usaha, maka upaya penyelesaiaannya dapat dilakukan
melalui upaya damai, pengadilan negeri, dan lembaga arbitrase.